Kodim Sragen – Amanat Upacara HUT RI di Taruna Sragen : Jangan Biarkan Anak Cucu Kita Hanya Jadi Penonton Keberhasilan Bangsa Lain
Sabtu, 17 Agustus 2019 pkl. 09.10 s/d 10.20 wib dilaksanakan giat Upacara Pengibaran Bendera Sang Merah Putih dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-74 tahun 2019 yang bertempat di lapangan Stadion Taruna, Jl. Veteran, Kp. Taman Asri, Kel. Kroyo, Kec. Karangmalang, Kab. Sragen, sebagai Inspektur Upacara AKBP Yimmy Kurniawan, SIK MH MIK (Kapolres Sragen) dan sebagai Komandan Upacara AKP Agus Jumadi, SH serta sebagai perwira upacara Kapten Kav. Suhartono oyang dihadiri lk 1500 orang.
Hadir dalam kegiatan Bambang Samekto, SH (Ketua DPRD Kab. Sragen), AKBP Yimmy Kurniawan, SIK MH MIK (Kapolres Sragen), Letkol Kav Luluk Setyanto, MPM (Dandim 0725/Sragen), Syarif Sulaiman Nahdi, SH MH ( Kajari Kab. Sragen), Drs. Tatag Prabawanto, MM (Sekretaris Daerah Kab. Sragen), Ahmad Yasin, SH, MH (Ka Pengadilan Negeri Sragen), Drs.Suhardi SH.MH (Ka Pengadilan Agama Sragen), Lettu Inf Imanuel Simanjutak (Pasi Ops mewakili Danyonif R 408/Sbh), Kapten CPM Eko Heriyanto (Dan subdenpom IV / 4-1 Sragen), Yosef Benjamin Yembis, SH KH (Ka Lapas IIB A Sragen), Ka SKPD se Kab Sragen, Toga, Toma Kab. Sragen, Anggota DPRD Kab. Sragen, Persit Kartika Kodim 0725/Sragen, Bhayangkari Cabang Sragen serta Perwakilan pengurus Parpol se-Kab. Sragen sejumlah 16 Parpol.
Dalam sambutannya Gubernur Jateng yang dibacakan oleh Inspektur Upacara mengatakan bahwa seperti ungkapannya Gus Dur, orang tak akan bertanya apa agamamu, apa sukumu ketika berbuat baik.Dalam masa perjuangan setelah kemerdekaan ini sudah semestinya kita tidak membedakan suku, agama atau pun ras. Tak peduli warna kulit,rambut, jenis kelamin, kaya atau pun miskin Semua sama di mata negaraFounding fathers bangsa ini telah memberi contoh lewat laku, bukan sekadar gembar gembor persatuan.
Mereka berdarah-darah menegakkan kemerdekaan Sebenarnya kita pun mewarisi semangat itu,Namun karena kadang kita memupuk borok dalam dada, membuat kita terlena hingga dengan rasa tanpa dosa saling menghina dan mencerca, bahkan ada nekat hendak mengganti Pancasila.
Siapa yang mempermasalahkan Agustinus Adisucipto sebagai pahlawan? Apakah karena beliau seorang Katolik, lantas yang dari Hindu, Budha, Islam, Kristen dan Kong Hu Chu menggerutu. Kemudian Albertus Soegijapranata, Beliau merupakan uskup pribumi pertama di Indonesia. Bahkan karena nasionalismenya keras, beliau tidak henti-hentinya mengagungkan semboyan “100% Katolik, 100% Indonesia” dan ungkapan itu terus berdengung hingga kini.
Lantas mari kita tengok pahlawan dari Budha, yang merupakan saudara kita sendiri dari Banyumas, Letjen Gatot Subroto, Yang tidak kalah penting perannya dalam perjuangan adalah saudara-saudara kita dari Tionghoa, Ada Yap Tjwan Bing lahir pada 31 Oktober 1910 di Solo.
Beliau merupakan satu-satunya anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dari Tionghoa dan turut hadir dalam pengesahan UUD 1945 dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 18 Agustus 1945.Ada pula Liem Koen Hian merupakan salah satu anggota dari Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Bahkan beliau jadi salah satu inspirator Bung Karno ketika pidato di majelis BPUPKI tentang berdirinya negara yang tanpa berasaskan ras maupun agama.Dan sepatutnya kita pun berterima kasih pada tokoh keturunan Arab, Faradj bin Said bin Awak Martak. Pedagang kelahiran Yaman Selatan ini dengan berani menyediakan rumahnya diPegangsaan Timur No 56 sebagai lokasi proklamasi kemerdekaan RI.
Lantas siapa yang mempermasalahkan kepahlawanannya I Gusti Ngurah Rai, Untung Suropati, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari karena agamanya? Bibit jiwa kita adalah bibit tepo sliro, bibit andarbeni, bibit paseduluran.Pancasila sebagai dasar Republik adalah harga mati. Tidak bisa ditawar dan harus kita tanam sedalamdalamnya di Bumi Pertiwi. Pancasila inilah sebagai induk semangnya negara ini, yang di dalamnya bersemayam ajaran-ajaran agama: Hindu, Budha, Islam, Katolik, Kong Hu Chu dan Kristen. Yang di dalamnya bersemayam spirit-spirit berasaskan kebudayaan Nusantara. Kalaulah sistem pemerintahannya pernah berubah, toh akhirnya jiwa-jiwa yang telah menyatu dari Sabang sampai Merauke dari Miangas hingga Rote tidak bisa dipisahkan.
Sejarah mencatat, setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 sistem pemerintahan sempat berganti menjadi Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949. Namun akhirnya sejak 17 Agustus 1950 Tanah Air ini kembali tegak berdiri sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sampai kapan?
Seperti ungkapan Bung Karno, “Di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia yang kekal dan abadi.”Bung Karno mengatakan, “Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan GO T O N G – R O Y O N G.